Hubungan Indeks Massa Tubuh (Imt) Sebagai Faktor Resiko Kejadian Tuberkulosis (Tb) Paru Di Puskesmas Modopuro Tahun 2024

Penulis

  • Dikry Sada Amaltullah Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Penulis
  • I Putu Oktayana Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Penulis
  • Dilla Dayana Putri Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Penulis
  • Sukma Sahadewa Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Penulis

Kata Kunci:

Faktor risiko, IMT, Status gizi, Tuberkulosis paru

Abstrak

Latar Belakang: Laporan World Health Organization (WHO), sebanyak 10,4 juta orang menderita Tuberkulosis, dengan 1,8 juta kematian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa IMT kurang dikaitkan dengan kejadian dan intensitas TB. Penderita tuberkulosis paru dengan IMT kurang tanpa DM menderita TB 2,21 kali lipat, penderita IMT kurus dengan DM menunjukkan peningkatan risiko TB 3,24 kali lipat, dan penderita IMT yang lebih kurus dikaitkan dengan risiko yang lebih besar untuk MDR-TB (isoniazid).  Tujuan: Untuk mengetahui apakah indeks massa tubuh (IMT) merupakan faktor risiko kejadian Tuberkulosis (TB) paru pada tahun 2024 di wilayah kerja Puskesmas Modopuro. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan penelitian case-control. Sampel penelitian adalah pasien Puskesmas Modopuro dengan usia > 18 tahun pada masa kunjungan Maret-April 2024. Kelompok kontrol yaitu pasien yang tidak terdiagnosis TB Paru sejumlah 15 orang, dan kelompok kasus adalah pasien dengan diagnosis TB Paru sebanyak 15 orang.. Hasil: Dari hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dengan uji Chi Square diperoleh nilai p sebesar < 0,001 (nilai p < α 0,05) dengan nilai OR 38,5. Maka didapatkan kesimpulan IMT berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian TB paru, dimana pasien dengan IMT kurang 38,5 kali lebih tinggi mengalami risiko terdiagnosis TB paru dibandingkan yang gizi cukup. Kesimpulan: Indeks Massa Tubuh merupakan faktor risiko kejadian TB paru. Status gizi kurang (IMT <18,5 kg/m2) memiliki risiko 38,5 kali lebih tinggi mengalami TB paru dibandingkan status gizi cukup (IMT ≥ 18,5 kg/m2).

Unduhan

Data unduhan tidak tersedia.

Referensi

Almatsier (2016). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.

Anisa, A., Darozat, A., Aliyudin, A., Maharani, A., Irfan, A., Adi Fahmi, B.,& Apriyanti Hamim, E.h (2017). Permasalahan Gizi Masyarakat Dan Upaya Perbaikannya. Agroteknologi .

Badan Pusat Statistik, (2018). Jumlah Kasus Penyakit Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Penyakit di Provinsi Jawa Timur, 2018, BPS provinsi Jawa Timur. BPS.Availableat:https://jatim.bps.g o.id/statictable/2019/10/09/1674/ju mlah-kasus-penyakit-menurut- kabupaten-kota-dan-jenis-penyakit- di-provinsi-jawa-timur-2018-.html (Diakses pada Oktober 19, 2022).

Cegielski, J. P., Arab, L., & Cornoni- Huntley, J. (2012). Nutritional risk factors for tuberculosis among adults in the United States, 1971- 1992. American journal of epidemiology, 176(5), 409–422.

Choi, H., Yoo, J. E., Han, K., Choi, W., Rhee, S. Y., Lee, H., & Shin, D. W. (2021). Body Mass Index, Diabetes, and Risk of Tuberculosis: A Retrospective Cohort Study. Frontiers in nutrition, 8, 739766.

Dadut, R., 2020. Pengaruh Karakteristik Organisasi, Karakteristik Pekerjaan Dan Karateristik Individu Terhadap Kinerja Petugas Penanggung Jawab Tb Di Puskesmas Kabupaten Sumba Barat DAYA. Thesis. Universitas Airlangga.

Danusantoso, Halim. 2013. Buku Saku Ilmu Penyalit Paru. Edisi 2. Jakarta

: ECG

Depkes RI, 2002. Panduan Umum Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2003. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT), Jakarta; [internet]. Available from:http://www.depkes.go.id/inde x.php.vw=2&id=A137

Ernawati, K. et al. (2018) “Perbedaan status gizi Penderita tuberkulosis paru Antara Sebelum pengobatan Dan Saat pengobatan Fase Lanjutan di Johar Baru, Jakarta pusat,” Majalah Kedokteran Bandung, 50(2), pp. 74–78. Available at: https://doi.org/10.15395/mkb.v50n 2.1292.

Fitri, L., 2018. Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Tuberkulosis Paru. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(01), pp.33-42.

Kant, S., Gupta, H., & Ahluwalia, S. (2015). Significance of nutrition in pulmonary tuberculosis. Critical reviews in food science and nutrition, 55(7), 955–963.

Kartasasmita, C., 2016. Epidemiologi Tuberkulosis. Sari Pediatri, 11(2), p.124.

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Pelayanan Gizi Pada Pasien Tuberkulosis. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

Kementerian Kesehatan RI. 2018.Bersama Selesaikan Masalah Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI

Kubiak, R.W. et al. (2019) “Interaction of nutritional status and diabetes on active and latent tuberculosis: A cross-sectional analysis,” BMC Infectious Diseases, 19(1). Available at: https://doi.org/10.1186/s12879- 019-4244-4.

Lin, H. H., Wu, C. Y., Wang, C. H., Fu, H., Lönnroth, K., Chang, Y. C., & Huang, Y. T. (2018). Association of Obesity, Diabetes, and Risk of Tuberculosis: Two Population- Based Cohorts. Clinical infectious diseases : an official publication of the Infectious Diseases Society of America, 66(5), 699–705.

MacNeil, A. et al. (2020) “Global Epidemiology of Tuberculosis and progress toward meeting global targets — worldwide, 2018,” MMWR. Morbidity and Mortality Weekly Report, 69(11), pp. 281– 285. Available at: https://doi.org/10.15585/mmwr.mm6911a2.

Nurwitasari, A & Wahyuni C.U. (2021). Pengaruh Status Gizi Dan Riwayat Kontak Terhadap Kejadian Tuberkulosis Anak Di Kabupaten Jember. Jurnal Berkala Epidemiologi. 3(2). 158-69

Nurjana, M. A. (2015) ‘Faktor Risiko Terjadinya Tubercolosis Paru Usia Produktif (15-49 Tahun) di Indonesia’, Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 25(3), pp. 163–170.

Sastroasmoro, S (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto. Sembel

Santosa, Sugeng. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT.Rieneka Cipta

Supariasa, I.D.N. dkk. 2013. Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Song, W. M., Guo, J. et al. (2021). Association between body mass index and newly diagnosed drug- resistant pulmonary tuberculosis in Shandong, China from 2004 to 2019. BMC pulmonary medicine, 21(1), 399.

Wardlaw, G. M. 2007. Perspective in Nutrition. 7th ed. McGraw-Hill. New York. USA.

Werdhani, Retno Asti. 2009. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klafisikasi Tuberkulosis. Skripsi. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi dan Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

Widyanto, F C dan Triwibowo, Cecep. 2013. Trend Desease Trend Penyakit Saat Ini. Jakarta : CV Trans Info Media

World Health Organization (2017) Tuberculosis. Available at: http://www.who.int/mediacentre/fa ctsheets/fs104/en/ (Diakses 11 Oktober 2022).

Yen, Y. F., Hu, H. Y., Lee, Y. L., Ku, P. W., Lin, I. F., Chu, D., & Lai, Y. J. (2017). Obesity/overweight reduces the risk of active tuberculosis: a nationwide population-based cohort study in Taiwan. International journal of obesity (2005), 41(6), 971–975

Yuniar, I., Sarwono, & Lestari, S. D. (2017). Hubungan Status Gizi Dan Pendapatan Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru. Jurnal Perawat Indonesia, 1(1), 18–25

Unduhan

Diterbitkan

2024-10-30

Cara Mengutip

Hubungan Indeks Massa Tubuh (Imt) Sebagai Faktor Resiko Kejadian Tuberkulosis (Tb) Paru Di Puskesmas Modopuro Tahun 2024. (2024). Prosiding Seminar Nasional Kusuma, 2(1), 61-69. https://journalng.uwks.ac.id/kusuma/article/view/260